PERAN ADVOKAT DALAM MENJAGA DAN
MENEGAKKAN KEHORMATAN DAN KELUHURAN MARTABAT HAKIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN ETIKA
1
Arief Budiman 2
Abstrak
Pasal 24B Undang Undang
Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Komisi Yudisial Republik Indonesia memiliki
wewenang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
prilaku hakim. Namun peran serta masyarakat dan stakeholder lembaga peradilan, termasuk Advokat, memiliki peran
dalam menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat Hakim.
Abstract
Article 24B
of the Undang Undang Dasar 1945 mandates that the Komisi Yudisial Republik
Indonesia has the authority to safeguard and uphold the honor, dignity, and behavior
of judges. However, the participation of the community and stakeholders of the
judiciary, including Advocates, has a role in safeguarding and upholding the
honor and dignity of the Judge.
1. Pendahuluan
Kehormatan dan keluhuran martabat
Hakim merupakan suatu tingkatan kemuliaan seorang manusia yang melekat pada
diri seorang Hakim. Kemuliaan yang melekat pada Hakim adalah karena melalui
Hakim lah keadilan yang tertuju pada
penciptaan ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat dapat ditegakkan.
Sebutan “Yang Mulia” kepada Hakim
bukanlah merupakan suatu yang dibuat-buat, dilebih-lebihkan, atau lebai, melainkan memang karena jabatan
Hakim adalah sebuah jabatan yang mulia, terhormat dan memiliki keluhuran
martabat. Dalam Islam, Hakim adalah mengemban amanat sebagai “penyambung titah
Allah SWT dan Rasulnya dimuka bumi” dan juga menggali nilai-nilai hukum
(khususnya hukum Islam) melalui ijtihad.3
_________________
1 Disampaikan
pada Workshop “Perbuatan Merendahkan
Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim Dalam Perspektif Etika dan Hukum yang
diselenggarakan oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia, Hotel Emilia,
Palembang, 19 Juli 2017.
2 Advokat, Wakil Sekretaris Dewan
Pimpinan Cabang (DPC) PERADI Palembang.
3 Ahmad Z. Anam, Hakim [Masih] Wakil Tuhan, Artikel, Website PA Muntok.
Betapa mulianya Hakim dalam Islam
juga dapat dilihat dari Hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amr dan Abu
Hurairah yang menyatakan bahwa Rasullah bersabda:
“Apabila seorang Hakim dalam menjatuhkan
putusan dengan cara berijtihad, dan ijtihadnya itu benar maka baginya dua
pahala baginya dan apabila ia berijtihad kemudian ijtihadnya itu salah, maka ia
dapat satu pahala”.
Sebagai
pengemban amanat Tuhan, dalam hukum positif kita setiap Putusan Hakim wajib
mencantumkan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
(Pasal 2 ayat (1) UU NO. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman). Tanpa
irah-irah tersebut Putusan Hakim tidak mempunyai nialai apa-apa (non executable).
Dalam menjaga kehormatan dan
keluhuran martabat Hakim, seorang Hakim wajib menjaga etika dan prilakunya
sendiri sebagaimana tertuang dalam Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim
(Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia & Komisi Yudisial
Republik Indonesia No: 02/PB/MA/IX/2012; No: 02/KY/P.KY/09/2012).
Dan
selain Hakim wajib menjaga kehormatan dan keluhuran martabatnya sendiri, Komisi
Yudisal RI memiliki wewenang untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat,
serta prilaku Hakim, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 24B ayat (1) UUD 1945.
Kewenangan Komisi Yudisial ini juga diatur dalam Pasal 13 huruf b,c,dan d UU
No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial, dan Pasal 40 ayat (1) dan (2) UU No. 8 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara peran serta masyarakat dalam menjaga kehormatan dan keluhuran
martabat Hakim, tentulah tidak dapat diabaikan, baik itu berupa peran serta
masyarakat sebagai kontrol dari prilaku Hakim, maupun peran serta dalam
bersikap tindak terhadap Hakim.
Begitu juga dengan peran serta para
pengemban kepentingan (stakeholders)
lembaga peradilan, yang tentu saja dalam melaksanakan perannya - berupa tugas,
tanggungjawab, dan kewenangannya - berhubungan dengan Hakim. Salah satu dari stakeholder tersebut adalah Advokat.
Dalam pelaksanaan tugasnya seorang Advokat sangat berperan - bahkan dituntut
untuk - menjaga kehormatan dan keluhuran martabat Hakim, baik dalam perspektif
Etika Advokat maupun dalam perspektif hukum.
2. Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat
Hakim
Perbuatan merendahkan kehormatan dan
keluhuran martabat Hakim tidak bisa dilepaskan dari perbuatan yang merendahkan
dan merongrong kewibawaan, kehormatan, dan martabat lembaga peradilan. Hal ini
dikarenakan Hakim merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan lembaga
peradilan. Tindakan ini dikenal dengan sebutan contempt of court.
Terkait hal ini Penjelasan Umum butir
4 Undang‐undang No.
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menyebutkan: ʺuntuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaik‐baiknya bagi
penyelenggaraan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, maka
perlu dibuat suatu undang‐undang
yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap
dan atau ucapan
yang dapat merendahkan
dan merongrong kewibawaan,
martabat dan kehormatan badan peradilan yang dikenal sebagai contempt of courtʺ.
Dari berbagai literatur contempt of court - perbuatan, tingkah laku, sikap
dan/atau ucapan yang
dapat merendahkan dan
merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan badan peradilan - (yang
termasuk juga merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat Hakim) dibagi dalam
jenis dan bentuknya.
Jenis-jenis contempt of
court:
- Civil Contempt of Court
Civil
contempt digunakan untuk
menggambarkan contempt yang
disebabkan ketidakpatuhan
terhadap perintah yang
diberikan oleh pengadilan
perdata.
- Criminal Contempt of Court
Blackʹs Law Dictionary mendefinisikan
criminal contempt sebagai perbuatan yang tidak menghormati pengadilan dan
proses peradilannya yang bertujuan untuk merintangi, menghalangi,
mengganggu jalannya peradilan
atau cenderung untuk menyebabkan
pengadilan tidak dihormati.4
Klasifikasikan bentuk‐bentuk atau
ruang lingkup criminal contempt sebagai berikut :
a. Gangguan di muka atau di dalam ruang sidang pengadilan;
Contempt jenis ini biasa disebut
sebagai contempt in the face of court, direct contempt atau contempt in facie.
Contempt ini terjadi secara langsung dalam ruang sidang pengadilan ketika
sedang berlangsung proses peradilan. Dalam hal ini perbuatan yang terjadi di
muka atau di dalam ruang pengadilan dapat terjadi pada setiap jenis peradilan,
baik yang dilakukan oleh para pihak, pengunjung sidang, pers, atau bahkan
penegak hukumnya sendiri. Dalam criminal contempt jenis ini, yang dilindungi
adalah proses peradilannya, sebab kelancaran administrasi peradilan sangat diperlukan
untuk melindungi hak‐hak
masyarakat umum dengan diberikannya jaminan bahwa
penyelenggaraan peradilan tidak akan terganggu.
Perbuatan‐perbuatan yang dapat
digolongkan sebagai gangguan di muka atau di
dalam ruang sidang pengadilan, antara
lain :
1. Menghina atau mengucapkan kata‐kata
yang menghina selama proses peradilan
kepada Hakim.
2. Setiap orang yang melakukan
penyerangan langsung kepada saksi saat memberikan kesaksiannya
3. Saksi yang menolak menjawab
pertanyaan.
b. Perbuatan‐perbuatan untuk mempengaruhi proses peradilan yang tidak
memihak (acts calculated to prejudice the fair trial);
Perbuatan‐perbuatan yang yang
termasuk criminal contempt jenis ini terjadi di luar pengadilan, dan sering
disebut sebagai contempt out of court
atau indirect contempt atau contempt ex facie. Perbuatan yang termasuk contempt
jenis ini diantaranya melakukan ancaman,
intimidasi, penyuapan atau
mencoba mempengaruhi dengan cara lain terhadap hakim, juri, dan saksi,
seperti :
1. Melakukan komunikasi
pribadi dengan hakim
untuk mempengaruhi putusannya.
2. Mengomentari di
surat kabar, majalah,
televisi mengenai suatu
kasus yang sedang berlangsung.
3. Mempublikasikan sesuatu
yang sifatnya memihak
atau untuk mempengaruhi proses
peradilan yang sedang
berlangsung atau yang akan datang.
c. Perbuatan yang memalukan atau menimbulkan skandal bagi pengadilan
(scandalizing the court);
Scandalizing the
court sebenarnya termasuk
contempt out of
court, tetapi lebih khusus ditujukan untuk menurunkan
wibawa hakim atau pengadilan. Dalam
scandalizing the court, terdapat
prinsip mengenai masalah pencemaran nama baik pengadilan dan untuk memelihara
suasana kehormatan pengadilan serta untuk melindungi masyarakat
dari percobaan yang
berusaha untuk mengubah pengadilan menjadi
hina di mata
masyarakat. Contempt by
scandalizing dinyatakan
sebagai pemberitaan yang
mengurangi kekuasaan dan mempengaruhi tujuan peradilan.
Pemberitaan yang
dipandang untuk mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap
keputusan pengadilan karena materi yang dipublikasikan bertujuan untuk merendahkan
kekuasaan pengadilan secara
keseluruhan atau hakim dengan menimbulkan perasaan was‐was
atas integritas hakim dan kesusilaan, kehormatan, dan ketidakberpihakan yang
dilaksanakan oleh pengadilan. Contoh perbuatan yang termasuk scandalizing the
court, misalnya menuduh hakim telah menyalahgunakan jabatannya, telah
berpihak atau telah
mendapat tekanan‐
tekanan dari
pihak lain. Dalam
hukum pidana positif
Indonesia, tidak ada ketentuan‐ketentuan yang
mengatur mengenai scandalizing
the court kecuali
kalau menjurus ke masalah penghinaan
atau fitnah.
d. Mengganggu pejabat pengadilan (obstructing the court officer);
Ketertiban hukum
dapat tercapai dengan
bebas dan mandirinya
kekuasaan peradilan termasuk para pejabat pengadilan. Masyarakat yang
berkepentingan terhadap
keseimbangan dalam tatanan
sosialnya, mengharapkan pengadilan sebagai salah satu sarana untuk
menjaga keseimbangan dan ketertiban hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu,
para pejabat pengadilan harus mendapat perlindungan dari hal‐hal yang dapat
mengganggu tugas‐tugasnya. Gangguan tersebut bisa berasal dari para pihak yang
terlibat di pengadilan atau dari pihak
yang tidak terlibat secara langsung.
e. Pembalasan terhadap perbuatan‐perbuatan yang
dilakukan selama proses peradilan
berjalan (revenge acts done in the course of ligitations);
Contempt jenis ini biasanya ditujukan
terhadap saksi‐saksi. Pembalasan dendam ini dilakukan oleh pihak‐pihak yang
dijatuhi hukuman oleh pengadilan atau tidak puas terhadap putusan pengadilan.
Hal ini terjadi disebabkan pihak‐pihak tersebut
mengira bahwa mereka
dijatuhi hukuman karena
laporan yang memberatkan yang
diberikan oleh saksi‐saksi di pengadilan. Perbuatannya bisa berupa penyerangan
terhadap saksi, mengancam
atau mengintimidasi saksi‐saksi.
f.
Pelanggaran kewajiban oleh pejabat
pengadilan (breach of duty by an officer of the court);
Kekuasaan hukum berkenaan dengan
kegiatan pemberian keadilan, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh pengadilan.
Dalam setiap negara hukum, setiap orang berhak mendapatkan keadilan dalam hal
terjadi penuntutan terhadapnya. Oleh karena itu, setiap pejabat peradilan harus
bersikap sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pelanggaran kewajiban oleh ʺking
officerʺ merupakan ʺthe oldest form of contemptʺ. Perbuatan‐perbuatan yang
dapat dikategorikan sebagai pelanggaran jenis ini misalnya, petugas lembaga
pemasyarakatan yang menahan dokumen atau
surat dari narapidana
yang dikirimkan kepada
pengacaranya. Secara teoritis, pelanggaran ini dapat
dilakukan oleh hakim, namun belum pernah ada hakim yang dipersalahkan karena
contempt of court.
g.
Pelanggaran oleh Advokat (Contempt of
court by advocates);
Dalam
melaksanakan tugasnya, Advokat
tersebut terikat oleh
peraturan‐peraturan dan etika profesi. Oleh karena itu, seorang Advokat sebagai
seorang profesional harus selalu
bertanggung jawab agar
selalu menghormati dan bersikap benar serta bersikap baik
terhadap pejabat pengadilan, klien, maupun lembaga peradilan itu sendiri.
Contoh contempt of court yang
dilakukan oleh Advokat adalah :
1. Mengadakan kesepakatan
dengan pihak lawan
dari pihak yang dibantunya, sedangkan
patut mengetahui bahwa
perbuatan tersebut dapat
merugikan kepentingan pihak yang dibantunya; atau
2. Berusaha memenangkan
pihak yang dibantunya,
meminta imbalan dengan maksud
mempengaruhi terhadap saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau Hakim
dalam perkara yang bersangkutan.
Bentuk-bentuk Contempt
of Court:
- Direct Contempt of Court;
Contempt of court jenis ini dilakukan para pihak yang hadir di
pengadilan dan terjadi di muka
pengadilan dan pada
saat sidang pengadilan
sedang berlangsung. Dalam Blackʹs
Law Dictionary disebutkan
bahwa direct contempt adalah perbuatan yang dilakukan
secara langsung dan di hadapan pengadilan atau di sekitar lingkungan pengadilan
dengan maksud untuk merintangi atau mengganggu jalannya peradilan yang tertib.
- Constructive (Indirect) Contempt;
Constructive (indirect) contempt
merupakan contempt of court yang terjadi di luar pengadilan. Perbuatannya
biasanya adalah ditujukan
untuk menentang administrasi
peradilan dengan jalan melakukan perbuatan atau tidak berbuat suatu tindakan.
Black’s Law Dictionary
mendefinisikan constructive (indirect) contempt sebagai perbuatan yang
dilakukan tidak di depan pengadilan atau di sekitar pengadilan,
tetapi bermaksud untuk
merintangi atau menggagalkan administrasi peradilan dan
biasanya para pihak berkenaan dengan melalaikan atau penolakan para pihak untuk
mematuhi perintah yang sah, keputusan atau surat keputusan
pengadilan yang diberikan
pada para pihak
untuk melaksanakan kewajibannya atau untuk tidak melakukan sesuatu.
Selain itu, dalam KUHP juga diatur
juga Ketentuan Mengenai Tindak Pidana terhadap Proses Peradilan, yaitu:
1. Pasal 209; Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seorang pejabat dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
2. Pasal 210; Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seorang Hakim, penasihat atau adviseur;
3. Pasal 211; Memaksa
seorang pejabat untuk
melakukan perbuatan jabatan atau
untuk tidak melakukan perbuatan jabatan yang sah;
4. Pasal 212; Melawan
seorang pejabat yang
sedang menjalankan tugas yang sah;
5. Pasal 216; Tidak menuruti
perintah atau permintaan
yang dilakukan menurut undang‐undang
oleh pejabat yang
tugasnya mengawasi sesuatu;
6. Pasal 217; Menimbulkan kegaduhan dalam sidang
pengadilan;
7. Pasal 220; Pengaduan palsu;
8. Pasal 221; Menyembunyikan orang yang melakukan tindak
pidana;
9. Pasal 222; Mencegah,
menghalang‐halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk
kepentingan pengadilan;
10. Pasal 223; Melepaskan
atau memberi pertolongan
ketika meloloskan diri kepada
orang yang ditahan
atas perintah penguasa umum, atas putusan atau ketetapan
hakim;
11. Pasal 224; Sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut
undang‐undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban;
12. Pasal 233; Merusak/menghilangkan barang bukti;
13. Pasal 242; Keterangan palsu;
14. Pasal 420; Seorang hakim yang menerima hadiah atau
janji;
15. Pasal 422; Seorang
pejabat yang dalam
suatu perkara pidana, menggunakan sarana
paksaan baik untuk
memeras pengakuan maupun untuk mendapatkan keterangan; dan
16. Pasal 522; Saksi,
ahli atau juru
bahasa, tidak datang
secara melawan hukum.
3. Perspektif Hukum Peran Advokat dalam menjaga kehormatan
dan keluhuran martabat
Hakim
Dalam hukum positif kita pengaturan
tentang Advokat diatur oleh Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Advokat
adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang (Pasal
1 angka 1 UU No. 18 Tahun 2003).
Advokat sangat berperan dalam
menjaga kehormatan dan keluhuran martabat Hakim. Peran ini berdasarkan
berdasarkan UU No. 18 Tahun 2003 dimulai sejak seseorang akan diangkat menjadi
seorang Advokat, yaitu dimulai sejak seorang Calon Advokat melafalkan sumpah
atau janji menurut agamanya di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah
domisili hukumnya (Pasal 4 UU No. 18 Tahun 2003).
Secara lengkap ketentuan terkait
Sumpah Advokat berdasarkan Pasal 4 UU No. 18 Tahun 2003 adalah sebagai berikut:
(1)
Sebelum
menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili
hukumnya.
(2)
Sumpah
atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lafalnya sebagai berikut:
Demi Allah saya
bersumpah/saya berjanji :
o
bahwa
saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
o
bahwa
saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak langsung dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga;
o
bahwa
saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung
jawab berdasarkan hukum dan keadilan;
o
bahwa
saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar
memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya
tangani;
o
bahwa
saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan menjalankan kewajiban saya
sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat;
o
bahwa saya
tidak akan menolak
untuk melakukan pembelaan
atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya
merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang Advokat.
(3)
Salinan
berita acara sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Panitera Pengadilan
Tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, Menteri, dan
Organisasi Advokat.
Dari
lafal Sumpah Advokat tersebut para Advokat sejak dini telah diarahkan oleh
hukum untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat Hakim, yaitu:
- Poin ke-dua lafal sumpah; dalam memperoleh profesi Advokat, baik
langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun
juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun
juga. Dalam hal ini termasuk kepada Hakim, yaitu Hakim Pengadilan Tinggi
yang menyelenggarakan sidang terbuka pengambilan Sumpah Advokat, karena
hal ini adalah merupakan syarat wajib untuk menjadi seorang Advokat;
- Poin ke-tiga lafal sumpah; dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab
berdasarkan hukum dan keadilan. Dengan bertindak bertindak jujur, adil,
dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan seorang Advokat telah
membentengi dirinya dari perbuatan, tingkah laku, sikap
dan/atau ucapan yang
dapat merendahkan dan
merongrong kehormatan dan keluhuran martabat Hakim;
- Poin ke-empat lafal sumpah; secara tegas menyatakan tidak akan
memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dalam menjalankan
profesinya baik di dalam maupun di luar pengadilan demi memenangkan atau
menguntungkan bagi perkara Klien yang sedang atau akan saya tanganinya;
dan
- Poin ke-empat lafal sumpah; bahwa seorang Advokat akan selalu menjaga tingkah lakunya dan akan menjalankan
kewajibannya sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab
seorang Advokat. Ini menunjukkan adanya sikap saling menjaga kehormatan
dan martabat Advokat dan Hakim.
Pelanggaran
terhadap Sumpah Advokat tersebut dapat membuat seorang Advokat dikenai tindakan, sebagaimana diatur oleh Pasal
6 huruf f UU No. 18 Tahun 2003. Tindakan mana pada akhirnya dapat membuat
seorang Advokat diberhentikan secara tetap dari profesinya sebagai Advokat
(Pasal 7 ayat (1) huruf d UU No. 18 Tahun 2003).
Dari
uraian di atas, dalam perspektif hukum , dalam hal ini berdasarkan UU No. 18 Tahun
2003, Advokat sangat berperan dalam menjaga kehormatan dan keluhuran martabat
Hakim jika perbuatan, tingkah laku,
sikap dan/atau ucapan
Advokat berpegang teguh pada Sumpah Advokat.
4. Perspektif Etika Peran Advokat dalam menjaga
kehormatan dan keluhuran martabat
Hakim
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari
sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi, dan
merupakan konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi
atau lingkup kerja tertentu, seperti pers dan jurnalistik, medis/dokter, dan termasuk Advokat.
Konsep
etika dalam sistem norma, nilai dan aturan profesional yang secra tegas
menyatakan apa yang benar dan baik, serta apa yang tidak benar dan tidak baik
bagi profesional termuat dalam Kode Etik Profesi.
Advokat sebagai sebuah profesi yang
mensyaratkan adanya kemampuan khusus dibidang hukum sudah semestinyalah
memiliki Kode Etik Profesi. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 UU No. 18 Tahun 2003
Kode Etik Profesi Advokat yang ditetapkan oleh IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN), ASOSIASI
ADVOKAT INDONESIA (AAI), IKATAN PENASEHAT HUKUM INDONESIA (IPHI), HIMPUNAN
ADVOKAT & PENGACARA INDONESIA (HAPI), SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI),
ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI), dan HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR
MODAL (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum
secara mutatis mutandis.
Kode
etik dimaksud dalam Pasal 33 UU No. 18 Tahun 2003 adalah KODE ETIK ADVOKAT
INDONESIA4. Yang pada intinya memuat tentang kepribadian yang
seharusnya dimiliki oleh seorang
Advokat Indonesia, yaitu
“warga negara Indonesia
yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap
satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang
tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi
hukum, Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah
jabatannya”.
Dalam kaitannya dengan peran Advokat dalam menjaga kehormatan dan
keluhuran martabat Hakim, tentulah jika seorang Advokat prilakunya, sikap
dan/atau ucapannya berpegang
teguh pada inti sari Kode Etik Advokat peran menjaga kehormatan dan keluhuran
martabat Hakim melekat pada pribadi Advokat.
____________
4 Terlampir
Seorang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam
mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan
mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, tentulah
tidak akan melakukan perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat
Hakim.
Dalam beberapa kasus ada
Advokat yang melaporkan tindakan seorang atau beberapa Hakim yang dianggap
melanggar Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim kepada Bawas Mahkamah Agung dan
Komisi Yudisial, tidaklah masuk dalam kategori merendahkan kehormatan dan
keluhuran martabat Hakim. Tindakan pelaporan tersebut justru demi menjaga marwah kehormatan dan keluhuran martabat Hakim secara keseluruhan, jangan
sampai hanya karena prilaku segelintir hakim yang melanggar Kode Etik dan
Pedoman Prilaku Hakim kehormatan dan keluhuran martabat Hakim menjadi ternodai.
Tindakan pelaporan yang dilakukan oleh Advokat tersebut sama nilainya dengan
fungsi pengawasan terhadap Hakim yang dimiliki oleh Komisi Yudisial.
5. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Advokat
memiliki peran dalam menjaga kehormatan dan keluhuran martabat Hakim.
Lampiran
KODE ETIK
ADVOKAT INDONESIA
ADVOKAT INDONESIA
IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN),
ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI), IKATAN PENASEHAT HUKUM INDONESIA (IPHI),
HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA INDONESIA (HAPI), SERIKAT PENGACARA INDONESIA
(SPI), ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI), HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM
PASAR MODAL (HKHPM)
PEMBUKAAN
Bahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang
membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap
anggotanya dalam menjalankan profesinya.
Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam
menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan
Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian
Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan
Keterbukaan.
Bahwa profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar
dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus
saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum
lainnya.
Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan
martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan
Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu
lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat
dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada
saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya
terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.
Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum
tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun
membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab
dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau
masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dengan:
a. Advokat adalah orang
yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang
memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai
Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai
konsultan hukum.
b. Klien adalah orang,
badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa dan atau bantuan hukum dari
Advokat.
c. Teman sejawat adalah
orang atau mereka yang menjalankan praktek hukum sebagai Advokat sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
d. Teman sejawat asing
adalah Advokat yang bukan berkewarganegaraan Indonesia yang menjalankan praktek
hukum di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e. Dewan kehormatan adalah
lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi advokat yang berfungsi
dan berkewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik Advokat sebagaimana
semestinya oleh Advokat dan berhak menerima dan memeriksa pengaduan terhadap
seorang Advokat yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat.
f. Honorarium adalah
pembayaran kepada Advokat sebagai imbalan jasa Advokat berdasarkan kesepakatan
dan atau perjanjian dengan kliennya.
BAB II
KEPRIBADIAN ADVOKAT
Pasal 2
KEPRIBADIAN ADVOKAT
Pasal 2
Advokat Indonesia adalah
warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap
satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang
tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi
hukum, Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik Advokat serta sumpah
jabatannya.
Pasal 3
a. Advokat dapat menolak
untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan
jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan
keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak
dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis
kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
b. Advokat dalam melakukan
tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi
lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
c. Advokat dalam
menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh
siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum
Indonesia.
d. Advokat wajib memelihara
rasa solidaritas diantara teman sejawat.
e. Advokat wajib memberikan
bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam
suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi
profesi.
f. Advokat tidak dibenarkan
untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan
martabat Advokat.
g. Advokat harus senantiasa
menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile).
h. Advokat dalam
menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib
mempertahankan hak dan martabat advokat.
i. Seorang Advokat yang
kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif
dan judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai Advokat dan tidak
diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh
kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia
menduduki jabatan tersebut.
BAB III
HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Pasal 4
HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Pasal 4
a. Advokat dalam
perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
b. Advokat tidak dibenarkan
memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang
diurusnya.
c.
Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang
ditanganinya akan menang.
d. Dalam menentukan
besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
e.
Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak
perlu.
f.
Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang
sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
g.
Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada
dasar hukumnya.
h. Advokat wajib memegang
rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara
kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan
antara Advokat dan klien itu.
i.
Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada
saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat
menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang
bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 huruf a.
j.
Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus
mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut,
apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
k. Hak retensi Advokat
terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan
klien.
BAB IV
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT
Pasal 5
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT
Pasal 5
a. Hubungan antara teman
sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan
saling mempercayai.
b. Advokat jika membicarakan
teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan,
hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun
tertulis.
c. Keberatan-keberatan
terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik
Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak
dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
d. Advokat tidak
diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
e. Apabila klien hendak
mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu
setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan
berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada
terhadap Advokat semula.
f. Apabila suatu perkara
kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru, maka Advokat semula
wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk
mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien
tersebut.
BAB V
TENTANG SEJAWAT ASING
Pasal 6
TENTANG SEJAWAT ASING
Pasal 6
Advokat asing yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku menjalankan profesinya di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati
Kode Etik ini.
BAB VI
CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA
Pasal 7
CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA
Pasal 7
a. Surat-surat yang dikirim
oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara dapat ditunjukkan
kepada hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan
dibuat dengan membubuhi catatan "Sans Prejudice ".
b. Isi pembicaraan atau
korespondensi dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan tetapi tidak
berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka pengadilan.
c. Dalam perkara perdata
yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila
bersama-sama dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan surat,
termasuk surat yang bersifat "ad informandum" maka hendaknya seketika
itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada
Advokat pihak lawan.
d. Dalam perkara pidana
yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila
bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.
e. Advokat tidak dibenarkan
mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan
dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.
f. Apabila Advokat
mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu perkara
tertentu, maka hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut
hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.
g. Advokat bebas
mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang
pengadilan dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung
jawabnya baik dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang
dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki
imunitas hukum baik perdata maupun pidana.
h. Advokat mempunyai
kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-Cuma (pro deo) bagi orang
yang tidak mampu.
i. Advokat wajib
menyampaikan pemberitahuan tentang putusan pengadilan mengenai perkara yang ia
tangani kepada kliennya pada waktunya.
BAB VII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK
Pasal 8
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK
Pasal 8
a. Profesi Advokat adalah
profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam
menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan
Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum,
undang-undang dan Kode Etik ini.
b. Pemasangan iklan
semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan
papan nama dengan ukuran dan! atau bentuk yang berlebih-lebihan.
c. Kantor Advokat atau
cabangnya tidak dibenarkan diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan
kedudukan dan martabat Advokat.
d. Advokat tidak dibenarkan
mengizinkan orang yang bukan Advokat mencantumkan namanya sebagai Advokat di
papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang yang bukan Advokat tersebut
untuk memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.
e. Advokat tidak dibenarkan
mengizinkan karyawan-karyawannya yang tidak berkualifikasi untuk mengurus
perkara atau memberi nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau dengan
tulisan.
f. Advokat tidak dibenarkan
melalui media massa mencari publitas bagi dirinya dan atau untuk menarik
perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakannya sebagai Advokat mengenai
perkara yang sedang atau telah ditanganinya, kecuali apabila
keteranganketerangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan
prinsip-prinsip hukum yang wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.
g. Advokat dapat
mengundurkan diri dari perkara yang akan dan atau diurusnya apabila timbul
perbedaan dan tidak dicapai kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan
kliennya.
h. Advokat yang sebelumnya
pernah menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari suatulembaga peradilan, tidak
dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang diperiksa pengadilan
tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak ia berhenti dari
pengadilan tersebut.
BAB VIII
PELAKSANAAN KODE ETIK
Pasal 9
PELAKSANAAN KODE ETIK
Pasal 9
a. Setiap Advokat wajib
tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini.
b. Pengawasan atas
pelaksanaan Kode Etik Advokat ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan.
BAB IX
DEWAN KEHORMATAN
DEWAN KEHORMATAN
Bagian Pertama
KETENTUAN UMUM
Pasal 10
KETENTUAN UMUM
Pasal 10
1. Dewan Kehormatan
berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan
oleh Advokat.
2. Pemeriksaan suatu
pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu:
a. Tingkat Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah.
b. Tingkat Dewan Kehormatan
Pusat.
3. Dewan Kehormatan
Cabang/daerah memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan
Pusat pada tingkat terakhir.
4. Segala biaya yang dikeluarkan
dibebankan kepada:
a. Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah dimana teradu sebagai anggota pada tingkat Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah;
b. Dewan Pimpinan Pusat
pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana teradu sebagai anggota;
c. Pengadu/Teradu.
Bagian Kedua
PENGADUAN
Pasal 11
PENGADUAN
Pasal 11
1. Pengaduan dapat diajukan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan, yaitu:
a. Klien.
b. Teman sejawat Advokat.
c. Pejabat Pemerintah.
d. Anggota Masyarakat.
e. Dewan Pimpinan
Pusat/Cabang/Daerah dari organisasi profesi dimana Teradu menjadi anggota.
2. Selain untuk kepentingan
organisasi, Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dapat juga
bertindak sebagai pengadu dalam hal yang menyangkut epentingan hukum dan
kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk itu.
3. Pengaduan yang dapat
diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat.
Bagian Ketiga
TATA CARA PENGADUAN
Pasal 12
TATA CARA PENGADUAN
Pasal 12
1. Pengaduan terhadap
Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat harus
disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan
Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.
2. Bilamana di suatu tempat
tidak ada Cabang/Daerah Organisasi, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.
3. Bilamana pengaduan
disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah, maka Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang
berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.
4. Bilamana pengaduan
disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat, maka Dewan
Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu baik langsung atau
melalui Dewan Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.
Bagian Bagian Keempat
PEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA OLEH DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 13
PEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA OLEH DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 13
1.
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan tertulis yang
disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu, menyampaikan surat
pemberitahuan selambatlambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari dengan surat
kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan
menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
2.
Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus
memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
yang bersangkutan, disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu.
3.
Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak memberikan
jawaban tertulis, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan
kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal surat peringatan tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis,
maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.
4.
Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur di atas dan
dianggap telah melepaskan hak jawabnya, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dapat
segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
5.
Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan
menyampaikan panggilan secara patut kepada pengadu dan kepada teradu untuk
hadir dipersidangan yang sudah ditetapkan tersebut.
6.
Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan
paling tambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
7.
Pengadu dan yang teradu:
a.
Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain,
yang jika dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasehat.
b.
Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
8.
Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
a.
Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
b.
Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau
hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung
dengan kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali
pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang
pasti.
c.
Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau
pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan
saksi-saksi akan didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
9.
Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
a.
Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
b.
Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau
hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung
dengan kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali
pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang
pasti.
c.
Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau
pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan
saksi-saksi akan didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
Bagian Kelima
SIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 14
SIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 14
1.
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah bersidang dengan Majelis yang terdiri
sekurangkurangnya atas 3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai
Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil.
2.
Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota
Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum
serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
3.
Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang khusus
dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua,
4.
Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan membuat
atau menyuruh membuat berita acara persidangan yang disahkan dan ditandatangani
oleh Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu.
5.
Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan
dalam sidang terbuka.
Bagian Keenam
CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 15
CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 15
1.
Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat
bukti dan keterangan saksi-saksi maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil
Keputusan yang dapat berupa:
a.
Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
b.
Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan
sanksisanksi kepada teradu;
c.
Menolak pengaduan dari pengadu.
2.
Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan
menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
3.
Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan
mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak
yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu
persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
4.
Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan
keberatan yang dilampirkan didalam berkas perkara.
5.
Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila
berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan
yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
SANKSI-SANKSI
Pasal 16
SANKSI-SANKSI
Pasal 16
1.
Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
a.
Peringatan biasa.
b.
Peringatan keras.
c.
Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
d.
Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
2.
Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
a.
Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat.
b.
Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi
kembali melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang
pernah diberikan.
c.
Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya
berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau
bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi
melakukan pelanggaran kode etik.
d.
Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan
pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat
kehormatan profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang
mulia dan terhormat.
3.
Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti
larangan untuk menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan.
4.
Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu
tertentu dan atau pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan
kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.
Bagian Kedelapan
PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN
Pasal 17
PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN
Pasal 17
Dalam waktu selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan keputusan Dewan
kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan kepada:
a.
Anggota yang diadukan/teradu;
b.
Pengadu;
c.
Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dari semua organisasi profesi;
d.
Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
e.
Dewan Kehormatan Pusat;
f.
Instansi-instansi yang dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai
kekuatan hukum yang pasti.
Bagian Kesepuluh
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 18
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 18
1.
Apabila pengadu atau teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut
kepada Dewan Kehormatan Pusat.
2.
Pengajuan permohonan banding beserta Memori Banding yang sifatnya wajib,
harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua
puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
3.
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima Memori Banding yang
bersangkutan selaku pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas)
hari sejak penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat
khusus/tercatat kepada pihak lainnya selaku terbanding.
4.
Pihak terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya
dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
5.
Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra
Memori Banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.
6.
Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara
dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut
diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah kepada dewan Kehormatan Pusat.
7.
Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
8.
Dewan kehormatan Pusat memutus dengan susunan Majelis yang terdiri
sekurangkurangnya 3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah
ganjil yang salah satu merangkap Ketua Majelis.
9.
Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota
Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum
serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
10. Majelis dipilih dalam
rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus diadakan untuk itu yang dipimpin oleh
Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan
lainnya yang tertua.
11. Dewan Kehormatan Pusat
memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas perkara, tetapi jika
dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang bersangkutan
atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
12. Dewan Kehormatan Pusat
secara prorogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan langsung dari suatu
perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah asal saja
permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak agar
perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan Pusat.
13. Semua ketentuan yang
berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding
oleh Dewan Kehormatan Pusat.
Bagian Kesepuluh
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 19
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 19
1.
Dewan Kehormatan Pusat dapat menguatkan, merubah atau membatalkan keputusan
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dengan memutus sendiri.
2.
Keputusan Dewan kehormatan Pusat mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan
dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari, tanggal
dan waktunya telah diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang
bersangkutan.
3.
Keputusan Dewan Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat yang tidak dapat
diganggu gugat dalam forum manapun, termasuk dalam MUNAS.
4.
Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan
diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Pusat harus disampaikan kepada:
a.
Anggota yang diadukan/teradu baik sebagai pembanding ataupun terbanding;
b.
Pengadu baik selaku pembanding ataupun terbanding;
c.
Dewan Pimpinan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
d.
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
e.
Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
f.
Instansi-instansi yang dianggap perlu.
5.
Apabila seseorang telah dipecat, maka Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi
untuk memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.
Bagian Kesebelas
KETENTUAN LAIN TENTANG DEWAN KEHORMATAN
Pasal 20
KETENTUAN LAIN TENTANG DEWAN KEHORMATAN
Pasal 20
Dewan Kehormatan
berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur tentang Dewan Kehormatan
dalam Kode Etik ini dan atau menentukan hal-hal yang belum diatur didalamnya
dengan kewajiban melaporkannya kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi
agar diumumkan dan diketahui oleh setiap anggota dari masing-masing organisasi.
BAB X
KODE ETIK & DEWAN KEHORMATAN
Pasal 21
KODE ETIK & DEWAN KEHORMATAN
Pasal 21
Kode Etik ini adalah peraturan tentang Kode Etik dan Ketentuan
Tentang Dewan Kehormatan bagi mereka yang menjalankan profesi Advokat, sebagai
satu-satunya Peraturan Kode Etik yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia.
BAB XI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 22
ATURAN PERALIHAN
Pasal 22
1.
Kode Etik ini dibuat dan diprakarsai oleh Komite Kerja Advokat Indonesia,
yang disahkan dan ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan
Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI),
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar
Modal (HKHPM) yang dinyatakan berlaku bagi setiap orang yang menjalankan
profesi Advokat di Indonesia tanpa terkecuali.
2.
Setiap Advokat wajib menjadi anggota dari salah satu organisasi profesi
tersebut dalam ayat 1 pasal ini.
3.
Komite Kerja Advokat Indonesia mewakili organisasi-organisasi profesi
tersebut dalam ayat 1 pasal ini sesuai dengan Pernyataan Bersama tertanggal 11
Februari 2002 dalam hubungan kepentingan profesi Advokat dengan lembaga-lembaga
Negara dan pemerintah.
4.
Organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini akan
membentuk Dewan kehormatan sebagai Dewan Kehormatan Bersama, yang struktur akan
disesuaikan dengan Kode Etik Advokat ini.
Pasal 23
Perkara-perkara pelanggaran kode etik yang
belum diperiksa dan belum diputus atau belum berkekuatan hukum yang tetap atau
dalam pemeriksaan tingkat banding akan diperiksa dan diputus berdasarkan Kode
Etik Advokat ini.
BAB XII
PENUTUP
Pasal 24
PENUTUP
Pasal 24
Kode Etik Advokat ini berlaku sejak
tanggal berlakunya Undang-undang tentang Advokat
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 23 Mei 2002
Oleh :
Pada tanggal : 23 Mei 2002
Oleh :
1. IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN)
|
|
Ttd
|
Ttd
|
H. Sudjono, S.H.
|
Otto Hasibuan, S.H. MM
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
2. ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI)
|
|
Ttd
|
Ttd
|
Denny Kailimang, S.H.
|
Teddy Soemantry, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
3. IKATAN PENASIHAT HUKUM INDONESIA
(IPHI)
|
|
Ttd
|
Ttd
|
H. Indra Sahnun Lubis, S.H.
|
E. Suherman Kartadinata, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
4. ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA
(AKHI)
|
|
Ttd
|
Ttd
|
Fred B. G. Tumbuan, S.H., L.Ph.
|
Hoesein Wiriadinata, S.H., LL.M.
|
Sekretaris/Caretaker Ketua
|
Bendahara/Caretaker Ketua
|
5. HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL
|
|
Ttd
|
Ttd
|
Soemarjono S., S.H.
|
Hafzan Taher, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
6. SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI)
|
|
Ttd
|
ttd
|
Trimedya Panjaitan, S.H.
|
Sugeng T. Santoso, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
7. HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA
INDONESIA (HAPI)
|
|
Ttd
|
ttd
|
H. A. Z. Arifien Syafe'i, S.H.
|
Suhardi Somomoeljono, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
PERUBAHAN I
KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA
KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA
Ketujuh organisasi
profesi advokat yang tergabung dalam Komite Kerjasama Advokat Indonesia (KKAI,
yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan
Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Serikat Pengacara Indonesia
(SPI), dan Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), dengan ini
merubah seluruh ketentuan Bab XII, pasal 24 kode etik Advokat Indonesia yang
ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2002 sehingga seluruhnya menjadi :
BAB XII
PENUTUP
PENUTUP
Kode etik Advokat ini berlaku sejak
tanggal ditetapkan, yaitu sejak tanggal 23 Mei 2002.
Ditanda-tangani di: Jakarta
Pada tanggal: 1 Oktober 2002
Oleh:
Ditanda-tangani di: Jakarta
Pada tanggal: 1 Oktober 2002
Oleh:
1. IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN)
|
|
Ttd
|
ttd
|
H. Sudjono, S.H.
|
Otto Hasibuan, S.H. MM
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
2. ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI)
|
|
Ttd
|
ttd
|
Denny Kailimang, S.H.
|
Teddy Soemantry, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
3. IKATAN PENASIHAT HUKUM INDONESIA
(IPHI)
|
|
Ttd
|
ttd
|
H. Indra Sahnun Lubis, S.H.
|
E. Suherman Kartadinata, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
4. ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA
(AKHI)
|
|
Ttd
|
ttd
|
Fred B. G. Tumbuan, S.H., L.Ph.
|
Hoesein Wiriadinata, S.H., LL.M.
|
Sekretaris/Caretaker Ketua
|
Bendahara/Caretaker Ketua
|
5. HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL
|
|
Ttd
|
ttd
|
Soemarjono S., S.H.
|
Hafzan Taher, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
6. SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI)
|
|
Ttd
|
ttd
|
Trimedya Panjaitan, S.H.
|
Sugeng T. Santoso, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|
7. HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA
INDONESIA (HAPI)
|
|
Ttd
|
ttd
|
H. A. Z. Arifien Syafe'i, S.H.
|
Suhardi Somomoeljono, S.H.
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Jenderal
|